PKS Teguh Jadi Oposisi, tapi Bisa Dapat Simpati Publik Jika Santun
Mardani Ali Sera. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto gencar melakukan safari politik ke parpol-parpol koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. Namun tak hanya Gerindra, Partai Demokrat dan PAN juga membuka peluang masuk ke koalisi pemerintahan dengan komunikasi politik yang mereka bangun beberapa waktu terakhir.
Meski parpol-parpol pengusung Prabowo-Sandiaga membuka peluang, namun tidak bagi PKS. Setidaknya, hingga saat ini PKS memantapkan posisi sebagai oposisi.
PKS tetap menjadi oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam 5 tahun ke depan. Melihat gerak partai oposisi lainnya, PKS tidak gentar.
"Kami yakin civil society, media, parpol dan saya ingin menggarisbawahi PKS tidak bahagia dengan kala menjadi oposisi sendirian. Harapan kami, dari awal dan doa kami, seluruh partai pendukung Prabowo-Sandi ada di barisan oposisi gitu lho. Ini yang sehat, ini yang sesuai dengan etika dan logika demokrasi," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10).
Prabowo dan Jokowi bertemu di ruang Jepara, Istana Merdeka, Jakarta. Foto: Dok. Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden
Mardani juga mengaku tidak bahagia partainya menjadi oposisi tunggal. Sebab, dikhawatirkan oposisi untuk mengontrol pemerintahan dari luar akan semakin sedikit.
Pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah, menilai kekecewaan PKS terhadap Gerindra dapat dipahami karena sejak Pilpres 2014, mereka telah bersama-sama memilih jalan oposisi. Ya, bisa dibilang merekalah simbol oposisi di pemerintahan.
Ubedilah melihat PKS akan memilih jalan sebagai oposisi santun dalam mengawal pemerintahan dari luar.
"Sikap oposisi PKS nampaknya akan memilih jalan oposisi santun, tetapi mendalam secara data. Ini tidak mudah karena partai mayoritas DPR pendukung pemerintah. Daya oposisinya atau check and balancesnya tidak begitu kuat, kecuali PKS benar-benar berpihak pada rakyat banyak dan kepentingan nasional," jelas Ubedilah.
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Akan tetapi, ia menilai PKS akan memiliki keuntungan tersendiri dengan posisinya. Meski perannya tidak akan begitu kuat, PKS bisa mendulang simpati publik atas keteguhannya sebagai oposisi.
"Jika PKS oposisi tunggal, maka PKS akan sangat terbatas melangkah. Tetapi pada saat yang sama, jika PKS memilih oposisi santun dan modern, maka PKS berpotensi besar mendapat simpati publik dan mendulang keuntungan elektoral pada (Pemilu) 2024," ujar dia.
Sejauh ini, Ubedilah melihat peluang Gerindra jauh lebih besar dibandingkan PAN dan Demokrat untuk masuk ke pemerintahan. Namun, tidak menutup kemungkinan dua partai itu juga sedikit diakomodir demi kepentingan kondisi sosial, ekonomi, dan politik lima tahun mendatang.
"Tentang kemungkinan partai yang tidak mendapat kursi menteri ada pada Demokrat. Namun, watak politik Demokrat berdasarkan analisis rekam jejaknya sangat sulit untuk menjadi oposisi. Paling mungkin kembali memilih jalan netral," tutupnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya yakin tidak akan semua parpol digandeng untuk kabinet Jokowi-Ma'ruf. Masih butuh parpol oposisi untuk mengoreksi pemerintah dari luar atau check and balance.
"Belum tentu (hanya PKS), tunggu aja deh," ucap JK, Selasa (15/10).
Sementara itu, Mardani yakin PKS tak akan menjadi oposisi seorang diri. Ia memprediksi akan ada parpol yang justru berbalik arah karena tak mendapatkan jatah kursi menteri dari Jokowi.
"Walaupun tetap secara etika dan logika, harapan kami oposisi yang sehat bukan oposisi yang kecil, tapi oposisi yang kuat. Tetapi kita pun kalau pada ujungnya, walaupun saya enggak yakin ya pada pengumuman 20 atau 21 Oktober nanti boleh jadi ada banyak yang jadi oposisi juga," tutur Mardani.